100 tahun kemerdekaan Republik Indonesia
pada tahun 2045 diharapkan menjadi tonggak lahirnya Indonesia Emas. Mengangkat
wacana generasi 2045 yang dilakukan secara intensif diharapkan mampu melahirkan
suatu impian besar bagi seluruh bangsa Indonesia akan bangkitnya generasi emas
yang mampu memberikan kebaikan dan kebesaran bangsa Indonesia. Indonesia
Emas dimaknai dengan kondisi negara yang Maju, Makmur, Modern, Madani, dihuni
oleh masyarakat yang berperadaban seperti yang dimaksud.
Untuk mewujudkan kebangkitan generasi emas, kita tidak bisa lepas dari tantangan abad ke-21 dan tantangan kondisi objektif Indonesia di saat ini dan saat mendatang.
Untuk mewujudkan kebangkitan generasi emas, kita tidak bisa lepas dari tantangan abad ke-21 dan tantangan kondisi objektif Indonesia di saat ini dan saat mendatang.
Persiapan selama kurang lebih 40 tahun sebelumnya,
sejak diberlakukan undang-undang Pendidikan Nasional, dan undang-undang
Guru dan Dosen -- sebutlah sejak 2005, Pemerintah telah mempersiapkan perangkat
aturan terkait dengan tujuan itu antara lain.
Pertama adalaha pendidikan anak usia dini
digencarkan dengan gerakan PAUD-isasi, peningkatan kualitas PAUD, dan
pendidikan dasar berkualitas dan merata. Menetapkan aturan tentang PAUD dan
mengimplementasikannya di seluruh pelosok negeri. Penegasan pendidikan di PAUD
berbasis Pembangunan Karakter dan Budipekerti berbasis Budaya dan Kearifan
lokal diharapkan menjadi pondasi mental yang tangguh anak-anak bangsa pada
tataran pendidikan yang paling rendah. Output dari PAUD akan menjadi input di
TK, dan output TK akan menjadi input di SD dan secara berkesinambungan ke
jenjang berikutnya, tetap mendapat penegasan pendidikan berbasis Karakter,
Budipekerti, Warisan Budaya, dan Kearifan lokal, sehingga Pemerintah dalam hal
ini merombak Kurikulum yang dikenal dengan Kurikulum 2013, Kurikulum Kecakapan
Hidup.
Kedua
adalah pembangunan sekolah/ruang kelas baru dan rehabilitasi bangunan tempat
kegiatan belajar mengajar yang sudah tak layak akan dilakukan secara
besar-besaran.
Ketiga
adalah ada aspek pelajarnya, Pemerintah akan mengupayakan intervensi khusus
untuk meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) siswa SMA/ sederajat. Pak Nuh
menambahkankan bahwa melalui upaya percepatan ini diharapkan APK SMA/sederajat
dapat mencapai 97 persen pada 2020. Sementara bila tanpa intervensi persentase
APK yang sedemikian diperkirakan baru tercapai pada 2040.
Keempat
adalah di sisi lain peningkatan APK perguruan tinggi juga dilakukan dengan
meningkatan akses, memastikan keterjangkauan, dan memastikan ketersediaan. Dan
lain-lain, yang tentunya lebih banyak lagi
Sebagai negara yang
menjadikan sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, sudah pasti, harus
menyandarkan semua cita-cita, harapan, rencana, grand design dan
keinginan-keinginan yang lain hanyalah kepada-Nya. Bukan kepada selain-Nya.
Bila sandaran kita bukan Tuhan YME maka saya pastikan segala cita-cita itu
hanyalah tebar pesona. Bukankah dalam dalam UU 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Setiap kita memperingati hari-hari bersejarah,
menjadi penting untuk merenungkan kembali (refleksi) makna yang dikandungnya.
Baik dari perspektif kekinian untuk aktualisasi makna maupun dari perspektif
kenantian untuk antisipasi masa depan.
Kita semua meyakini bahwa pendidikan adalah sistem
rekayasa sosial terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan, keharkatan, dan
kemartabatan. Dalam kaitan itulah refleksi Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas)
ini dilakukan. Yaitu, mempertajam peran pendidikan dalam menyiapkan generasi yang
cerdas, yang memiliki tingkat kesejahteraan tinggi dengan tetap memegang teguh
harkat dan martabat, baik sebagai individu maupun bangsa.
Salah satu refleksi tersebut, sejak 2010 sampai
2035, kita memiliki populasi usia produktif yang sangat luar biasa besarnya.
Jumlah itu pun akan menurun setelah 2035. Meskipun, kita sering tidak menyadari
hal tersebut, bahkan mengabaikannya. Padahal, inilah kesempatan emas untuk
menyiapkan generasi emas yang akan menjadikan bangsa dan negara Indonesia
sebagai negara maju dan sejahtera sebagaimana yang dicita-citakan para pendiri.
Sekaligus, menyiapkan 100 tahun Indonesia merdeka (2045) serta sebagai khidmat,
tanda bakti, dan terima kasih kepada para pejuang serta pendiri bangsa.
Populasi usia produktif tersebut akan menjadi bonus
demografi (demographic dividend) manakala berkualitas. Sebaliknya, hal tersebut
akan menjadi bencana demografi (demographic disaster) manakala kualitasnya
tidak memadai. Kualitas itu lazimnya diukur dengan indeks pembangunan manusia
atau IPM (human development index) yang terdiri atas tiga indeks. Yaitu,
pendidikan, kesehatan, dan pendapatan. Yang menarik, studi oleh berbagai
lembaga internasional, termasuk Global Competitiveness
Report (2010-2011), menunjukkan bahwa lamanya wajib belajar memiliki
korelasi positif terhadap peningkatan pendapatan per kapita, daya saing, indeks
pendidikan, dan IPM secara keseluruhan.
Atas dasar itulah, dalam mempersiapkan generasi emas
tersebut, harus disiapkan kebijakan sistemis yang memungkinkan seluruh anak bangsa
bisa memasuki dan menikmati pendidikan. Kita ibaratkan pendidikan adalah
elevator sosial yang mampu memobilisasi secara vertikal menuju status sosial,
ekonomi, kemanusiaan, dan peradaban setinggi mungkin. Karena itu, sekali lagi,
kita harus menyiapkan layanan pendidikan yang bisa diakses seluruh warga
bangsa. Itulah filosofi pendidikan untuk semua (education for all: EfA).
Memang harus kita sadari, bahwa persoalan dunia
pendidikan memang tidak akan pernah selesai. Menteri Pendidikan mengatakan
selalu mengatakan, jika persoalan dunia pendidikan bisa diselesaikan, sudah
sejak lama negara-negara maju tidak memiliki lagi Menteri Pendidikan.
Yang disampaikan di atas adalah masalah akses yang
harus diikuti peningkatan kualitas. Di sinilah pentingnya dunia pendidikan
harus terus-menerus meningkatkan kualitas akademis dan kemuliaan dalam
interaksi sosialnya serta menjadi pelopor dalam melahirkan pemimpin bangsa.
Dengan demikian, pendidikan akan melahirkan generasi yang memiliki kecerdasan
komprehensif, termasuk teknis dan kecerdasan sosial, bukan generasi yang
mengidap kecacatan sosial (socio idiot) dan kecacatan teknis (technical idiot).
Pada titik temu ini, pendidikan juga harus bisa
membangun pola pikir (mindset) positif-optimistis dan landasan akademis yang kukuh
sekaligus secara paralel menyiapkan kemampuan dan keterampilan teknis
(technical skill ) yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan dan
persoalan. Modalitas tersebut kita harapkan bisa mengantarkan generasi yang
cerdas, yaitu generasi yang memiliki pola pikir
solutif-nondestruktif, cost effectiveness (biaya sosial, politik, dan
ekonomi) dalam menyelesaikan berbagai tantangan dan persoalan, serta selalu
berpegang pada pentingnya menjunjung tinggi harkat dan martabat. Menyiapkan
generasi yang cerdas merupakan langkah awal dari ikhtiar mencerdaskan kehidupan
bangsa, sebagaimana amanat pembukaan UUD 1945.
Dengan mendekat dan
taat, visi Bangkitnya Generasi Emas 2045 akan benar-benar menjadi sebuah
cita-cita bukan tebar pesona. Niat untuk menggapai cita-cita tentu tidak sama
dengan niat untuk mendapatkan pesona. Karena menghunjamkan cita-cita dalam dada
pasti dilandasi karena Tuhan serta keinginan luhur yang layak untuk didukung
dan diperjuangkan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Hal-hal yang mengenai penunjang
program-program dalam grand design dan lain-lain akan diselenggarakan cara
seksama dan bijaksana sesuai aturan Tuhannya J. Sedangkan niat menebarkan pesona sudah pasti
ditujukan karena ingin pujian, sanjungan, tepuk tangan dan balasan manusia. Dan
Tuhan kita tidak mau diduakan dalam niat, bahkan melarang hamba-hambanya tidak
ikhlas dalam beramal.
Apalah artinya
pujian/sanjungan yang tinggi dari manusia bila harus mendurhakai dan melanggar
aturan Tuhannya? Apa manfaatnya balasan melimpah ruah dari manusia bila Tuhan
sendiri tidak menerima amal ibadah, Apa juga artinya menyiapkan Generasi Emas 2045 bila ternyata generasi
emasnya sekarang ini, di tiap desah nafasnya ‘menghirup udara pendidikan dan
kebudayaan’ yang dengan jelas-jelas dibenci oleh Tuhan.